DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU ONTOLOGI
A Pengertian Ontologi
Istilah
ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta
onta berarti “yang berada”, dan logi
berati ilmu pengetahuan atau ajaran.[1]
Menurut istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun
rohani atau abstrak. Sedangkan menurut Suriasumantri (1985), ontologi membahas
tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan
kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
Dengan
demikian ontologi membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat
dipikirkan manusia secara rasional yang bisa diamati melalui pancaindera
manusia. Wilayah ontologi terdapat pada jangkauan ilmiah pengetahuan manusia.
Manakala ruang kajian ontologi tidak semata-mata dihubungkan dengan pancaindera
manusia, melainkan juga pikiran (rasio), maka objek telaahnya menjadi tidak
terbatas pada “wujud” materi semata. Tidak hanya objek yang bersifat fisik
materi, tapi juga mencakup objek yang metafisik (metafisika).[2]
B.
Objek
Kajian Ontologi
Cabang
utama metafisika adalah ontologi, yakni studi mengenai kategorisasi benda-benda
di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya
memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan,
kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Disamping itu, metafisika juga merupakan kajian tentang keberadaan zat, hakikat
pikiran, dan hakikat kajian zat dengan pikiran. Jadi disini terjelaskan, kalau
objek kajian ilmu pengetahuan dalam tataran ontologis, tidak hanya menyangkut
dan terbatas pada jangkauan panca indera manusia, melainkan juga akal pikiran
(rasio) manusia.
Penafsiran
metafisika keilmuan harus didasarkan kepada karakteristik objek ontologi
sebagaimana adanya dengan deduksi-deduksi yand dapat diverivikasi secara fisik.
Melalui pemahaman seperti ini, maka penempatan aspek-aspek yang bersifat ke
dalam objek kajian ilmu pengetahuan menjadi “legal” dan “mulus”. Kajian
mengenai kejiwaan (metafisik), dideduksi ke gejala-gejala kejiwaan yang
diverivikasi secara fisik. Demikian pula kajian tentang energi fisik
(metafisik), dideduksi ke satuan-satuan daya atau kekuatan. Satuan kekuatan
daya seperti megawatt, kilowatt, atau watt, secara fisik juga bisa diverifikasi.
Deduksi-deduksi serupa juga berlaku bagi kajian fenomena, kasus, ataupun gejala
alam lainnya.
Selanjutnya
Nadiroh juga mengemukakan menurut pandangan Aristoteles tentang objek
metafisika, yakni: 1) ada sebagai yang ada, dan 2) ada sebagai ilahi. Yang pertama
adalah pengetahuan yang mengkaji tentang ada itu dalam bentuk semurni-murninya,
bahwa benda itu sungguh-sungguhada dalam arti kata tidak terkena perubahan yang
bisa ditangkap panca indera. Sedangkan keberadaan yang mutlak, yang tidak
bergantung kepada yang lain, yakni Tuhan. Ilahi berarti tidak dapat ditangkap
dengan panca indera. (halaman 164)
Dalam
pengertian yang lebih luas , secara garis besarnya, pengertian ontologi dapat
dirumuskan menjadi: 1) ontologi adalah arti tentang “ada” dan “berada”, tentang
ciri-ciri esensial dari yang ada dalam arti dirinya sendiri, menurut bentuknya
yang paling abstrak: 2) ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
tentang tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan
menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau
potensialitas, nyata atau penampakan , esensi atau eksistensi, kesempurnaan,
ruang dan waktu,perubahan dan sebagainya: 3) ontologi adalah cabang filsafat
yang mencoba melakukan hakikat terakhir yang ada, yaitu Yang Satu, Yang
Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak
bergantung kepada-Nya, dan: 4) ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan
sebagainya.
Berdasarkan
penjelasan diatas , bidang ontologi membatasi diri pada objek apa yang dikaji
oleh ilmu pengetahuan. Ontologi membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang
dapat dipikirkan manusia secara rasional dan dapat diamati melalui panca indera
manusia.
C.
Aliran-aliran
Ontologi
Ontologi atau bagian metafisika yang umum, membahas segala
sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan
akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya.
Dalam pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, seperti
:
1. Monoisme
Paham
monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari kenyataan itu hanyalah satu
saja sebagai sumber asal baik materi maupun ruhani. Thomas Davidson menyebutkan
monoisme adalah block universe. Paham monoisme terbagi dua aliran yaitu
:
·
Materialisme : Menganggap bahwa sumber yang asal adalah
materi bukan rohani sering juga naturalisme.
·
Idealisme dinamakan juga spritualisme. Idealisme mengandung
arti sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa hakikat
kenyataan yang beranekaragam ini berasal dari ruh yaitu sesuatu yang tidak
berbentuk dan menempati ruang.
Menurut
Rapar (2005:45), aliran materialisme menolak hal-hal yang abstrak. Bagi
materialisme ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata
bersifat materialisme, realitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan,
sesuatu yang riil atau nyata. Tokoh-tokoh aliran materialisme adalah Thales,
anaximenes dan anaximandris.
Sedangkan
aliran idealisme tumbuh dan berkembang sejak masa Plato yang terkenal dengan
pandangannya mengenai ide. Ide bagi Plato tidak sama dengan ide yang
dipahami orang pada saat ini. Dasar pokok pemahaman ide dikemukakannya sebagai
teori logika kemudian meluas menjadi pandangan hidup dan menjadi dasar umum
ilmu dan politik social dan bahkan agama.
2. Dualisme
Aliran
dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan dua paham yang saling
bertentangan yaitu materialisme dan idealisme. Aliran dualisme memandang paham
yang serba dua yaitu antara materi dan bentuk. Pengertian materi dalam
pandangan aliran dualisme. Materi dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan
bawah yang paling akhir dan umum. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari
materi. Materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat berwujud
tanpa bentuk sebaliknya bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang
dapat diamati disusun dari bentuk dan materi.
3. Pluralisme
Paham
pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk
semuanya nyata.
4. Nikhilisme
Dunia ini
terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Dalam paham ini manusia bebas
berkehendak dan berkreativitas.
5. Agnotisisme
Aliran ini
menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik
kenyataannya. Manusia tidak mungkin memiliki hakekat batu, air, dan api.
Kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu hakikat sesuatu yang
ada. Paham agnotisisme mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda baik materi maupun hakikat rohani.[3]
Sedangkan
dalam kajian beberapa pendapat, ontologi dapat dikatakan sebagai metafisika
umum. Pembahasan itu dilakukan dengan membedakan dan memisahkan eksistensi yang
sesungguhnya dari penampakan eksistensi itu. Menurut Rapar ontologi ada tiga
yang paling terkenal, yaitu:
a.
Idealisme
Teori ini mengajarkan bahwa ada yang
sesungguhnya di dunia ide. Segala sesuatu yang tampak dan berwujud nyata dalam
alam indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya,
yang berada di dunia ide. Barkeley menyatakan bahwa satu-satunya realitas yang
sesungguhnya adalah aku yang subyektif spiritual, sedangkan Immanuel Kant
menyatakan bahwa obyek pengalaman kita, yaitu yang ada dalam ruang dan waktu,
tidak lain daripada penampilan dan tak memiliki konsistensi independen diluar
pemikiran kita dan hal ini ditegaskan pula oleh Friedrich Hegel bahwa segala
sesuatu yang ada adalah bentuk bentuk dari satu pikiran.
b.
Materialisme
Materialisme menolak hal-hal yang
tidak kelihatan. Baginya, yang ada sesungguhnya adalah keberadaan yang
semata-mata bersifat material atau sama sekali bergantung pada material. Jadi
realitas sesungguhnya adalah lambang kebendaan dan segala segala sesuatu yang
yang mengatasi alam kebendaan. Oleh sebab itu seluruh realitas hanya mungkin
dijelaskan secara materialistis.
c.
Dualisme
Dualisme mengajarkan bahwa substansi
individual sendiri dari dua tipe fundamental yang berbeda dan tak dapat
diedukasikan kepada yang lainnya. Kedua tipe fundamental dari substansi itu
adalah material dan mental. Dengan demikian dualisme mengakui bahwa realitas
terdiri dari materi atau yang ada secara fisik dan mental atau yang beradanya
tidak kelihatan secara fisik.[4]
D.
Konsep
Ontologi
Konsep-konsep yang berkembang dalam ontologi dapat dirangkum
menjadi 5 konsep utama, yaitu:
a) Umum (universal) dan Tertentu
(particular)
Umum (universal) adalah sesuatu yang
pada umumnya dimiliki oleh sesuatu, misalnya: karakteristik dan kualitas.
“Umum” dapat dipisahkan atau disederhanakan melalui cara-cara tertentu. Sebagai
contoh, ada dua buah kursi yang masing-masing berwarna hijau, maka kedua kursi
ini berbagi kualitas ”berwarna hijau” atau ”menjadi hijau”. Tertentu
(particular) adalah entitas nyata yang terdapat pada ruang dan waktu.
Contohnya, Socrates (guru dari Plato) adalah tertentu (particular), seseorang
tidak dapat membuat tiruan atau kloning dari Socrates tanpa menambahkan sesuatu
yang baru pada tiruannya.
b) Substansi (substance) dan Ikutan
(accident)
Substansi adalah petunjuk yang dapat
menggambarkan sebuah obyek, atau properti yang melekat secara tetap pada sebuah
obyek. Jika tanpa properti tersebut, maka obyek tidak ada lagi. Ikutan
(accident) dalam filsafat adalah atribut yang mungkin atau tidak mungkin
dimiliki oleh sebuah obyek. Menurut Aristoteles, ”ikutan” adalah kualitas yang
dapat digambarkan dari sebuah obyek. Misalnya: warna, tekstur, ukuran, bentuk
dsb.
c) Abstrak dan Kongkrit
Abstrak adalah obyek yang ”tidak
ada” dalam ruang dan waktu tertentu, tetapi ”ada” pada sesuatu yang tertentu,
contohnya: ide, permainan tenis (permainan adalah abstrak, sedang pemain tenis
adalah kongkrit). Kongkrit adalah obyek yang ”ada” pada ruang tertentu dan
mempunyai orientasi untuk waktu tertentu. Misalnya: awan, badan manusia.
d) Esensi dan eksistensi
Esensi adalah adalah atribut atau
beberapa atribut yang menjadi dasar keberadaan sebuah obyek. Atribut tersebut
merupakan penguat dari obyek, jika atribut hilang maka obyek akan kehilangan
identitas. Eksistensi (existere: tampak, muncul. Bahasa Latin) adalah kenyataan
akan adanya suatu obyek yang dapat dirasakan oleh indera.
e) Determinisme dan indeterminisme
Determinisme adalah pandangan bahwa
setiap kejadian (termasuk perilaku manusia, pengambilan keputusan dan tindakan)
adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian kejadian-kejadian
sebelumnya. Indeterminisme merupakan perlawanan terhadap determinisme. Para
penganut indeterinisme mengatakan bahwa tidak semua kejadian merupakan rangkaian
dari kejadian masa lalu, tetapi ada faktor kesempatan (chance) dan kegigihan
(necessity). Kesempatan (chance) merupakan faktor yang dapat mendorong
terjadinya perubahan, sedangkan kegigihan (necessity) dapat membuat sesuatu itu
akan berubah atau dipertahankan sesuai asalnya.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Istilah
ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta
onta berarti “yang berada”, dan logi
berati ilmu pengetahuan atau ajaran.[5]
Menurut istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun
rohani atau abstrak. Dengan demikian ontologi membatasi diri pada ruang kajian
keilmuan yang dapat dipikirkan manusia secara rasional yang bisa diamati
melalui pancaindera manusia.
Ontologi atau bagian metafisika yang umum, membahas segala
sesuatu yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan
akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya.
Dalam pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran,
seperti: 1) Monoisme; 2) Dualisme; 3) Pluralisme; 4) Nikhilisme; 5) Agnotisisme.
Konsep-konsep yang berkembang dalam ontologi dapat dirangkum
menjadi 5 konsep utama, yaitu:
a) Umum (universal) dan Tertentu
(particular)
b) Substansi (substance) dan Ikutan
(accident)
c) Abstrak dan Kongkrit
d) Esensi dan eksistensi
e) Determinisme dan indeterminisme
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Ir. Soetriono, MP dan Ir. SRDm Rita Hanafie, MP. Filsafat
Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi.
Surajiyo. 2009. Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta :
PT.Bumi Aksara.
Prof. Dr.H Jalaludin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
[1]
DRS. Surajiyo,
Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2009)
[3] Makalah Bidang
Kajian Ontologi, http://iskandarxxx92.blogspot.co.id/2013/01/makalah-bidang-kajian-ontologi.html,
(24/10/2016)
[4]
Prof. Dr. Ir. Soetriono, MP dan Ir. SRDm Rita Hanafie, MP, Filsafat
Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Andi)
[5]
DRS. Surajiyo,
Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2009)
0 Response to "DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU ONTOLOGI | Coretan Pelajar"
Post a Comment
berkomentarlah dengan baik dan bersifat membangun, agar kami bisa memperbaiki dan berguna bagikita semua, terimakasih,,,salam anak ekonomi